Jumat, 15 Juli 2011

PERAN RADIOBIOLOGI DALAM PENINGKATAN KUALITAS RADIOTERAPI

PENDAHULUAN
Radioterapi merupakan salah satu cara yang relatif efektif dalam pengobatan penyakit kanker. Tujuan terapi dengan radiasi ini adalah untuk dapat mengontrol tumor dengan efek samping yang rendah dan dapat memperpanjang harapan hidup penderita. Keberhasilan radioterapi antara lain bergantung pada dosis radiasi yang sesuai dengan volume dan karakteristik kanker. Selain itu juga dipengaruhi oleh faktor klinis, faktor fisik atau tehnik, faktor biologis dan faktor lain yang menyangkut kondisi penderita.
Prinsip radiobiologi merupakan dasar dari pengobatan kanker dengan radioterapi dengan menerapkan pengetahuan tentang efek yang ditimbulkan oleh radiasi baik terhadap sel maupun jaringan. Dengan berkembangnya tehnik kultur sel dan tehnik-tehnik biologi molekuler, penelitian radiobiologi yang berorientasi pada radioterapi dapat dikembangkan dalam usaha untuk menemukan strategi radioterapi yang tepat terhadap suatu jenis kanker.
Kegagalan pengobatan radioterapi dalam mengontrol kanker salah satunya disebabkan oleh karena adanya sel-sel kanker yang tahan terhadap radiasi. Penelitian tentang mekanisme dan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat sensitivitas sel kanker terhadap radiasi adalah sangat penting untuk dapat memperkirakan respon kanker setelah diradiasi. Dengan mengetahui sifat sel kanker dan karakteristik radiobiologinya, maka dapat dipilih metode radioterapi yang cocok dan sesuai dalam usaha untuk meningkatkan kualitas radioterapi.


DASAR BIOLOGI DALAM RADIOTERAPI
Prinsip metode multifraksi yang umum dipakai dalam radioterapi konvensional pertama kali berdasarkan pada penelitian radiobiologi yang dilakukan di Paris pada tahun 1920-an. Dari penelitian ini diketahui bahwa seekor domba tidak dapat disterilisasi hanya dengan memberikan satu dosis radiasi pada testisnya tanpa disertai dengan kerusakan pada kulit skrotum. Tetapi bila testis diradiasi dengan cara fraksinasi (dosis terbagi), sterilisasi dapat terjadi tanpa disertai dengan kerusakan pada kulit. Testis disini dianggap sebagai model sebuah kanker dan kulit skrotum sebagai jaringan normal sekitarnya yang membatasi dosis radiasi yang diberikan. Penelitian selanjutnya telah membuktikan bahwa metode fraksinasi radioterapi dapat mengontrol kanker lebih baik daripada metode radioterapi dosis tunggal dengan tingkat komplikasi yang sama pada jaringan normal. Teknik radioterapi yang umum dilakukan adalah 5 x 2 Gy per minggu selama 7 minggu.
Dasar metode fraksinasi pada radioterapi adalah beberapa faktor radiobiologi yang dikenal dengan istilah 4R 10 – Zubaidah Alatas Buletin ALARA Vol. 1 No. 2, Desember 1997 yaitu repair, redistribution, repopulation dan reoxygenation. Empat R ini masing-masing dapat diartikan sebagai proses penyembuhan dari kerusakan sub letal pada sel akibat radiasi, penyebaran kembali sel yang aktif melakukan pembelahan (sel proliferatif) dalam fase-fase siklus sel, pembelahan kembali sel-sel proliferatif yang tahan terhadap radiasi, dan pemberian oksigen pada sel-sel dalam jaringan kanker yang tidak mengandung oksigen (sel hipoksi) yang bersifat resisten terhadap radiasi.
Repair dan repopulation merupakan proses yang diharapkan terjadi pada sel normal sehingga dapat mentoleransi dosis radiasi total yang besar yang diberikan. Reoxygenation dan redistribution merupakan proses yang diharapkan terjadi pada sel kanker untuk dapat meningkatkan kualitas radioterapi. Selain itu, ternyata ada faktor R lain yang dapat mempengaruhi keberhasilan radioterapi yaitu radiosensitivity tepatnya radiosensitivitas intrinsik.

KUALITAS RADIOTERAPI DAN USAHA PENINGKATANNYA
Besarnya dosis radiasi yang dapat diberikan untuk membunuh sel kanker sangat dibatasi oleh kemungkinan timbulnya kerusakan atau komplikasi yang serius pada sel/jaringan normal disekitarnya. Probabilitas dalam mengontrol sel kanker harus dibandingkan dengan resiko akan terjadinya komplikasi tertentu pada sel normal. Idealnya dosis radiasi tersebut dapat membunuh sel kanker sebanyak mungkin tetapi menimbulkan kerusakan pada sel/jaringan normal yang sedikit mungkin.
Peningkatan kualitas radioterapi membutuhkan dasar pengetahuan tentang faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kegagalan radioterapi dalam mengontrol kanker dan juga faktor yang berperan dalam meningkatkan toleransi sel normal terhadap radiasi. Faktor-faktor radiobiologi yang dapat mempengaruhi keberhasilan radioterapi dalam mengontrol kanker antara lain:
1.      Jumlah sel proliferatif (sel yang aktif melakukan pembelahan) dan sel quiescent (sel di luar siklus sel).
2.      Jumlah sel hipoksi (sel yang tidak mengandung oksigen) dalam kanker dan kemungkinan terjadinya reoxygenasi.
3.      Kinetika pertumbuhan sel kanker.
4.      Kemampuan proses penyembuhan kerusakan akibat radiasi.
5.      Radiosensitivitas intrinsik dari sel kanker.
Usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas radioterapi adalah sebagai berikut:
1.      Meningkatkan kandungan oksigen dalam jaringan kanker
Sel hipoksi mempunyai sifat yang tahan terhadap radiasi yang disebabkan karena tidak adanya oksigen dalam sel. Dengan merubah sel hipoksi menjadi sel yang mengandung oksigen akan menyebabkan sel tersebut menjadi sensitif terhadap radiasi pengion sehingga probabilitas keberhasilan radioterapi dapat ditingkatkan. Proses reoksigenasi dapat terjadi selama fraksinasi radioterapi. Di samping itu peningkatan kandungan oksigen dalam kanker dapat dilakukan dengan memberikan High-Pressure (200-300 μPa) Oxygen (HPO) untuk dihisap oleh pasien sebelum dan selama proses radioterapi berlangsung. Cara ini dapat memberikan hasil yang baik untuk kanker kepala, leher dan kanker cerviles.
2.      Radiosensitizer
Radiosensitizer merupakan senyawa yang dapat menyebabkan sel target menjadi sensitif terhadap radiasi. Senyawa ini harus dapat berdifusi secara efektif ke semua bagian kanker. Oksigen adalah sensitizer yang paling penting. Salah satu radiosensitizer yang Peran radiobiologi dalam peningkatan kualitas radioterapi – 11 Buletin ALARA Vol. 1 No. 2, Desember 1997 banyak diteliti adalah misonidazole yang dapat membuat sel kanker menjadi sensitif tetapi tidak berpengaruh terhadap sel normal. Senyawa ini telah memberikan hasil yang baik pada kanker kepala dan leher tetapi bersifat toksik terhadap sistim syaraf. Etanidazole, nimorazole dan SR 4233 (benzotriazine) merupakan radiosensitizer lain dengan tingkat toksisitas lebih rendah dari misonidazole yang pada saat ini masih diteliti lebih lanjut.
3.      Modifikasi jadwal fraksinasi
Perbedaan kemampuan proses penyembuhan kerusakan sel akibat radiasi dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas radioterapi dengan cara mengurangi dosis radiasi per fraksi menjadi 1 – 1,5 Gy. Hiperfraksinasi ini dilakukan dengan meningkatkan jumlah fraksi per hari menjadi 2 fraksi per hari dan mengurangi dosis radiasi per fraksi tanpa merubah waktu total radioterapi (7 minggu). Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah total dosis radiasi yang diberikan masih dapat di toleransi oleh sel normal bila dosis radiasi per fraksi dikurangi. Metode ini meningkatkan kemampuan radiasi dalam mengontrol tumor dan mengurangi efek tertunda pada jaringan normal.
Alternatif lain yang dapat dipakai adalah metode percepatan fraksinasi (accelerated fractination). Pada metode ini waktu total radioterapi diperkecil dengan memberikan radiasi 2 per hari sedangkan jumlah fraksi dan dosis radiasi per fraksi tidak berubah. Jarak waktu antar fraksi harus 6 – 8 jam untuk memberikan kesempatan pada sel normal melakukan proses penyembuhan (repair). Metode ini cocok untuk tumor yang menunjukkan tingkat repopulasi dan reoksigenasi yang cepat. Toleransi efek tertunda pada jaringan normal secara relatif tidak begitu terpengaruh.
Kombinasi dari kedua metode di atas dikenal dengan nama CHART (Continuous Hyper-fractionated Accelerated Radiation Therapy) yang ternyata telah terbukti mampu meningkatkan respon sel kanker kepala dan leher terhadap radiasi. Pada tehnik ini jumlah fraksi sebanyak 36 dengan dosis 1,5 Gy selama 11,5 hari. Selain itu juga ada SCAHF (Split Course Accelerated Hyperfractionation).

UJI DUGAAN ( PREDICTIVE ASSAY)
Uji dugaan merupakan test laboratorium yang dapat digunakan untuk memperkirakan probabilitas keberhasilan radioterapi dalam mengontrol kanker pada pasien secara individual. Keanekaragaman faktor biologis dari setiap jenis kanker menunjukkan pentingnya uji dugaan yang lebih spesifik. Jika dapat diduga lebih awal seperti misalnya kanker tertentu tahan terhadap radioterapi konvensional, maka akan memungkinkan diterapkan strategi pengobatan yang lain yang akan memberikan probabilitas yang lebih tinggi dalam membunuh kanker.
Beberapa uji dugaan yang berdasarkan pada faktor radiobiologi kanker antara lain:
1.      Sel hipoksi dalam kanker
Adanya sel hipoksi dalam jaringan kanker telah menjadi pusat perhatian dalam usaha untuk meningkatkan kualitas radioterapi. Hal ini disebabkan karena keberadaan sel ini sangat mempengaruhi keberhasilan radioterapi dalam mengontrol beberapa jenis kanker. Pengukuran tingkat hipoksia suatu kanker dapat dilakukan dengan metode mikroelektroda yang dapat memperkirakan respon kanker tersebut terhadap radiasi.
2.      Kinetika pembelahan sel kanker
Proses repopulasi sel kanker dapat terjadi selama berlangsungnya pengobatan fraksinasi radioterapi. Parameter yang mempengaruhi laju pertumbuhan sel kanker adalah lamanya satu siklus sel, jumlah sel 12 – Zubaidah Alatas Buletin ALARA Vol. 1 No. 2, Desember 1997 proliferatif (sel yang aktif membelah) dalam jaringan kanker yang berada dalam siklus sel, dan laju kehilangan sel. Kombinasi waktu siklus sel dan fraksi sel pertumbuhan memberikan suatu parameter yang disebut Potential Doubling Time (Tpot) yang menggambarkan dugaan laju pertumbuhan populasi sel kanker tanpa ada sel yang hilang. Median dari nilai Tpot kanker manusia sekitar 4 - 5 hari. Dari hasil penelitian pada kanker kepala dan leher ternyata Tpot dapat digunakan untuk memprediksi hasil yang mungkin timbul setelah radioterapi. Tumor dengan Tpot 4,6 hari relatif tidak memberikan respon yang baik terhadap tehnik radioterapi konvensional (7 minggu) bila dibandingkan terhadap kanker dengan Tpot yang lebih lama. Tetapi bila dengan tehnik radioterapi yang dipercepat (5 minggu), kedua kanker tersebut menunjukkan respon yang tidak berbeda.
Dengan demikian tumor yang mempunyai laju proliferasi yang tinggi yang ditunjukkan dengan nilai Tpot yang pendek, mungkin lebih baik diradiasi beberapa kali per hari dengan mengurangi waktu total radiasi daripada dengan cara radioterapi konvensional. Dengan mengetahui tingkat kinetika pertumbuhan sel kanker maka dapat ditentukan metode radioterapi yang sesuai untuk mendapatkan hasil yang sebaik mungkin.
3.      Radiosensitivitas intrinsik sel
Radiosensitivitas intrinsik sel merupakan salah satu faktor yang berperan dalam suatu interaksi yang kompleks dengan berbagai faktor lain dalam menentukan keberhasilan radioterapi. Telah diketahui bahwa respon suatu jaringan terutama kanker dapat diketahui dan dimengerti melalui respon dari sel-sel jaringan tersebut terhadap radiasi. Kanker mengandung fraksi sel yang mempunyai kapasitas proliferasi yang besar dan untuk dapat mengontrol kanker tersebut, semua sel tersebut harus dimatikan. Dosis radiasi yang dibutuhkan untuk mengontrol kanker tergantung pada sensitivitas intrinsik sel terhadap radiasi dan jumlah dari sel proliferatif dalam kanker.
Uji klonogenik (kemampuan sel untuk tumbuh dan berkembang terus) merupakan tehnik yang dapat digunakan untuk mengetahui tingkat radiosensitivitas sel tumor terhadap radiasi. Dengan menggunakan kurva daya tahan hidup sel (survival curve) yang menggambarkan hubungan antara dosis radiasi dan fraksi sel kanker setelah diberi radiasi dosis tunggal. Hasil analisa sejumlah besar kurva daya tahan hidup dari berbagai jenis kultur sel kanker manusia menunjukkan bahwa karakteristik radiobiologi terutama radiosensitivitas intrinsik sel kanker sangat bervariasi dan berbeda satu sama lainnya. Perbedaan ini dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk memperkirakan kemungkinan yang akan terjadi bila suatu kanker diberi perlakuan radioterapi.
Uji klonogenik dikombinasi dengan berbagai tehnik biologi molekuler memberikan kesempatan untuk dapat melakukan penelitian lebih lanjut dalam memahami berbagai hal seperti:
         mekanisme dasar dari kerusakan dan kematian sel akibat radiasi
         proses penyembuhan dari kerusakan yang timbul
         meningkatkan tingkat toleransi sel dan jaringan normal
         faktor yang mempengaruhi kinetika pembelahan sel kanker
         mekanisme dan faktor genetik yang berperan dalam tingkat radiosensitivitas intrinsik yang tinggi dari sel kanker
         mekanisme redistribusi sel dalam fase siklus serta
         faktor-faktor lain yang mempengaruhi respon sel terhadap radiasi
Dengan pengetahuan tersebut diharapkan dapat diketahui perbedaan respon antara sel normal dan sel kanker dan dibuat suatu tehnik radioterapi untuk dapat Peran radiobiologi dalam peningkatan kualitas radioterapi – 13 Buletin ALARA Vol. 1 No. 2, Desember 1997 menanggulangi kanker secara individual dan spesifik untuk mendapatkan hasil yang lebih baik disamping faktor-faktor pendukung lain seperti staging (penentuan stadium kanker), sistim perencanaan dan lainnya.

KESIMPULAN
Pemahaman faktor biologi yang berperan dalam menentukan respon sel normal dan sel kanker terhadap radiasi pengion akan membantu dalam pengembangan tehnik uji dugaan yang lebih cepat dan dapat diandalkan. Radiosensitivitas intrinsik sel kanker merupakan parameter yang penting dan spesifik untuk mengetahui respon dari suatu jenis kanker terhadap radiasi. Diharapkan dapat dikembangkan uji dugaan yang dapat memberikan evaluasi yang cepat tentang tingkat radiosensitivitas intrinsik dari berbagai jenis kanker sehingga dapat memodifikasi pengobatan kanker secara individual.

DAFTAR PUSTAKA
1.      SELMAN, J. Elements of Radiobiology. Springfield: Charles C Thomas Publisher. 1983.
2.      HALL, E.J. Basic Radiobiology. American Journal of Clinical Oncology 11(3):220-252. 1988.
3.      HALL, E.J. Radiobiology for the Radiobiologist. 3rd ed. Philadelphia: J.B. Lippincott Co., 1988.
4.      TUBIANA, M., DUTREIX, J. AND WANBERSIE, A. Introduction to Radiobiology, London: Taylor & Francis. 1990.
5.      TANNOCK, I.F. AND HILL, R.P. The Basic Science of Oncology. 2nd ed. New York: McGraw-Hill, Inc. 1992.
6.      MALAISE, E.P. Radiation Research: A Joint Venture in Radiobiology and Radiotherapy. In Advances in Radiation Biology. Vol. 15. San Diego: Academic Press, Inc. 303-307. 1992.
MALAISE, E.P., DESCHAVANNE,P.J. AND FERTIL, B. Intrinsic Radiosensitivity of Human Cells. In Advances in Radiation biology. Vol. 15. San Diego; Academic Press, Inc. 37-67.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar